Adiwerna — Suasana syahdu menyelimuti Mushola Darussaadah, sebuah bangunan sederhana namun penuh makna di tengah Desa Lumingser, Rabu (11/6). Hari itu bukan hari biasa. Di balik lantunan doa dan wajah-wajah penuh haru, tersimpan momen bersejarah: prosesi ikrar wakaf oleh keluarga besar Bapak Achmad Nasikha yang mewakafkan tanah dan mushola demi kemaslahatan umat Islam.
Prosesi yang dilaksanakan pada Rabu pagi itu dihadiri langsung oleh Kepala KUA Adiwerna, H. Risyanto didampingi oleh Penyuluh Agama Islam Joko Listianto Turut hadir para tokoh agama dan warga sekitar, yang menjadi saksi sah atas niat mulia keluarga wakif. Ikrar dibacakan dengan suara mantap dan hati penuh keyakinan, menandai perpindahan kepemilikan yang bukan sekadar administrasi, tapi juga spiritual.
“Ini adalah bentuk tanggung jawab spiritual kami untuk memastikan bahwa mushola ini terus memberi manfaat bagi masyarakat, bahkan setelah kami tiada,” tutur Achmad Nasikha dengan mata berkaca-kaca. Kalimat yang diliputi ketulusan itu seolah menjadi penanda bahwa wakaf bukan tentang kehilangan, melainkan tentang warisan kebaikan yang abadi.
Kepala KUA Adiwerna menegaskan, “Ikrar wakaf bukan hanya sah secara hukum negara, tetapi juga memiliki nilai amal jariyah yang tak akan terputus. Selama mushola ini digunakan untuk ibadah dan kebaikan, pahalanya terus mengalir.” Penjelasan itu disambut anggukan khidmat dari para hadirin yang larut dalam nuansa keagamaan yang kental.
Warga Desa Lumingser menyambut dengan suka cita. Mushola Darussaadah bukan hanya tempat salat, tetapi juga pusat kegiatan keislaman seperti pengajian, buka puasa bersama, dan kegiatan Ramadhan. Dengan status resmi sebagai tanah wakaf, keberadaan mushola ini kini memiliki kepastian hukum dan keabadian niat.
Setelah ikrar dibacakan, dilanjutkan dengan penandatanganan dokumen ikrar wakaf oleh pihak-pihak terkait: wakif, nadzir, saksi, serta pejabat KUA. Proses berlangsung tertib dan lancar, diawasi langsung oleh Kepala KUA dan Penyuluh Agama Islam. Setiap tanda tangan bukan sekadar formalitas, melainkan komitmen untuk menjaga amanah wakaf dengan baik.
Sebagai penutup, doa bersama dipanjatkan dengan khusyuk, memohon agar amal wakaf ini diterima di sisi Allah SWT dan membawa keberkahan bagi umat. Ramah tamah sederhana menjadi simbol syukur dan keharmonisan antarwarga. Terlihat jelas bahwa semangat wakaf tak hanya mengikat tanah, tetapi juga hati.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa di tengah kehidupan modern yang serba cepat, masih ada ruang bagi amal yang abadi. Wakaf bukan hanya tentang harta, melainkan tentang niat luhur untuk menanam kebaikan yang tak lekang oleh waktu. Mushola Darussaadah kini bukan hanya bangunan fisik ia telah menjadi warisan spiritual bagi generasi mendatang.