Slawi – Setelah sesi istirahat, Workshop Penguatan Kompetensi Guru MTs Negeri 2 Tegal berlanjut dengan materi sesi kedua yang difokuskan pada pemahaman dan penerapan model pembelajaran berbasis riset. Workshop yang dilaksanakan pada Sabtu (26/7/2025) ini menghadirkan narasumber nasional, Muhammad Miftakhul Falah, seorang widyaiswara sekaligus alumnus short course Artificial Intelligence di SAE Kyung, Korea Selatan.
Dalam sesi ini, Falah memaparkan berbagai model pembelajaran berbasis riset yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar, antara lain:
1. Project-Based Learning
2. Inquiry-Based Learning
3. Problem-Based Learning
4. Case-Based Learning
5. Research Apprenticeship
Setiap model dijelaskan secara rinci mulai dari sintaks, keunggulan, hingga implementasinya di kelas. Falah menekankan bahwa guru perlu menyesuaikan model dengan karakteristik siswa dan konteks lokal madrasah.
Setelah pemaparan, para guru berkumpul dengan ragam kelompok yang sudah dibagi pada sesi sebelumnya. Ragam kelompok yakni MIPATIK (Matematika, IPA, dan TIK), SOSHUM (IPS, Bahasa, Olahraga, PKN, dan Seni Rupa), serta Agama. Pembagian ini bertujuan agar penyusunan sintaks pembelajaran lebih kontekstual dan relevan dengan materi ajar masing-masing.
Setiap kelompok kemudian diminta untuk menyusun sintaks pembelajaran berdasarkan masalah yang telah ditentukan pada sesi pertama, dengan memilih salah satu model pembelajaran di atas. Penyusunan dilakukan secara kolaboratif dan hasilnya dipaparkan di hadapan peserta lain untuk mendapat umpan balik.
Salah satu kelompok yang dipimpin oleh Aji Hidayat memaparkan rancangannya dengan tema “Peran Tradisi Mantu Poci dalam Pelestarian Kearifan Lokal”. Melalui pendekatan Project-Based Learning, kelompok ini menyusun langkah-langkah pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menelusuri, mendokumentasikan, dan mempresentasikan nilai-nilai kearifan lokal dari tradisi mantu poci, sebuah adat unik dari wilayah Tegal.
Paparan tersebut mendapat apresiasi dari peserta lain karena mampu mengangkat budaya lokal sebagai bahan riset yang dekat dengan kehidupan siswa dan berpotensi menumbuhkan rasa cinta terhadap warisan budaya.
Kegiatan ini semakin menunjukkan bahwa riset tidak harus selalu rumit dan berbasis laboratorium. Justru, dengan pendekatan kontekstual, siswa bisa dilatih berpikir ilmiah melalui hal-hal yang mereka jumpai sehari-hari.