Bojong — Sebuah gebrakan segar dalam dunia pendidikan kembali digagas melalui Rapat Koordinasi Virtual yang digelar Kementerian Agama Jawa Tengah, Rabu (21/5). Dengan pemateri utama Abdul Basit rakor ini mengangkat topik strategis seputar kurikulum dan evaluasi pembelajaran yang sarat nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas. Kegiatan ini diawali secara khidmat dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Madrasah, menandai semangat nasionalisme yang tetap dijunjung tinggi dalam setiap program pendidikan.
Turut hadir membuka acara, Bapak Juair, selaku Kepala Tim Kurikulum Kanwil Kementerian Agama Jawa Tengah, menyampaikan pentingnya sinergi dan inovasi dalam menghadapi dinamika dunia pendidikan. Tak kalah menarik, Bapak H. Paridi dari Kanwil Kemenag Jateng juga menyampaikan pemaparan tentang peluang dan strategi Penerimaan Peserta Didik Baru Madrasah (PPDBM) di seluruh jenjang pendidikan mulai dari RA hingga MA.
Namun, momen paling mencuri perhatian dalam rakor ini adalah pemaparan dari Dr. Abdul Basit mengenai gagasan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC). Dengan gaya penyampaian yang inspiratif, beliau menjelaskan bahwa kurikulum ini menekankan pentingnya menyelaraskan hati, pikiran, dan tindakan dalam dunia pendidikan. “Kita tidak bicara tentang perubahan biasa, tapi tentang transformasi yang dimulai dari hati,” ungkapnya.
Kurikulum Berbasis Cinta berdiri kokoh di atas empat pilar utama. Pertama adalah membangun Hablum Minallah, yaitu hubungan spiritual yang kuat antara peserta didik dengan Tuhan. Anak-anak diajak untuk membiasakan diri dekat dengan nilai-nilai ketuhanan sejak dini. Kedua, Hablum Minannas, yang menekankan pentingnya membangun cinta dan penghargaan terhadap sesama manusia tanpa memandang perbedaan agama, suku, maupun budaya.
Tak hanya hubungan vertikal dan sosial, kurikulum ini juga menyoroti hubungan ekologis melalui pilar Hablum Bil Bi’ah atau cinta lingkungan. Dr. Basit menekankan pentingnya penanaman kesadaran lingkungan dalam pendidikan sebagai respons atas krisis ekologi global yang kian mengkhawatirkan. Pilar terakhir adalah Hubbul Wathan, cinta tanah air, yang akan terus dipupuk agar generasi muda tumbuh sebagai pribadi yang cinta damai, nasionalis, dan berjiwa gotong royong.
Yang membuat KBC semakin menarik adalah pendekatannya yang tidak menambah beban guru maupun siswa. Kurikulum ini tidak dihadirkan sebagai mata pelajaran baru, melainkan diintegrasikan ke dalam pembelajaran yang sudah ada. Buku panduan pun telah disiapkan oleh Ditjen Pendidikan Islam Kemenag sebagai alat bantu guru dalam menyisipkan nilai-nilai cinta, toleransi, dan spiritualitas dalam setiap aktivitas belajar mengajar.
Rakor ini tidak hanya berjalan lancar, namun juga menumbuhkan semangat baru di kalangan peserta. Inovasi Kurikulum Berbasis Cinta dinilai mampu menjadi jawaban atas tantangan zaman, serta menjadi pondasi kuat bagi pendidikan yang tak hanya mencerdaskan, tapi juga menyejukkan hati. Dengan bekal semangat, cinta, dan kolaborasi, madrasah di Indonesia siap menjemput masa depan yang lebih damai dan manusiawi.