Slawi – Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tegal melalui Seksi Bimas Islam menggelar acara lokakarya untuk membahas penentuan 1 Ramadhan 1446 H dengan metode hisab dan rukyat, yang diadakan pada Selasa (18/2). Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari masing-masing Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan se-Kabupaten Tegal, yang bertujuan memberikan pemahaman mendalam mengenai proses penentuan awal Ramadhan.
Dalam acara tersebut, dua narasumber berkompeten memberikan penjelasan terkait teknik penentuan awal Ramadhan. KH. Nasudi, perwakilan dari PD Muhammadiyah Kabupaten Tegal, mengulas metode hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal yang digunakan oleh Muhammadiyah. Ia menjelaskan bahwa untuk tahun-tahun mendatang, Muhammadiyah juga akan mengadopsi Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT), sebuah sistem kalender yang lebih terintegrasi secara internasional.

Sementara itu, KH. Husni Faqih, perwakilan dari PC Nahdlatul Ulama dan Badan Hisab Rukyat Daerah Kabupaten Tegal, menyampaikan perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan. Ia menekankan bahwa perbedaan tersebut bukan hanya disebabkan oleh metode yang digunakan, tetapi juga oleh kriteria yang dijadikan acuan, yaitu derajat hilal dan elongasi (jarak antara bulan dan matahari).
Kasi Bimas Islam, KH. Kokabudin, dalam sambutannya menyampaikan tujuan penting dari acara ini. “Tujuan acara ini adalah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan pentingnya hisab dan rukyat dalam penentuan awal Ramadhan, sehingga mereka bisa memahami prosesnya dengan lebih baik,” ujar KH. Kokabudin.
KH. Nasudi menjelaskan bahwa dalam metode hisab yang digunakan Muhammadiyah, kriteria yang harus dipenuhi untuk menentukan 1 Ramadhan adalah wujudul hilal, yaitu ketika hilal sudah terlihat di atas ufuk. “Kami menggunakan perhitungan astronomis yang memastikan posisi hilal cukup tinggi untuk dapat disaksikan,” kata Nasudi.
Sementara itu, KH. Husni Faqih menambahkan bahwa metode rukyah (pengamatan langsung) yang digunakan oleh Nahdlatul Ulama juga memiliki kriteria yang ketat. “Kami memerlukan derajat hilal minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat untuk memastikan bahwa hilal bisa terlihat dengan jelas,” ujarnya.
Kebijakan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama juga turut disorot dalam lokakarya ini, di mana penentuan awal Ramadhan 1446 H sudah ditetapkan berdasarkan kesepakatan MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura). Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, 1 Ramadhan 1446 H dipastikan jatuh pada tanggal 1 Maret 2025, sementara 1 Syawal 1446 H akan dilaksanakan pada 31 Maret 2025.
Dengan adanya lokakarya ini, diharapkan masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai pentingnya peran hisab dan rukyat dalam menentukan awal Ramadhan, serta meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam menjalani ibadah di bulan suci Ramadhan.