Kedamaian harus selalu terjaga dalam kehidupan. Salah satunya dengan menjaga toleransi beragama. Toleransi suatu hal yang sering diperbincangkan oleh banyak orang dari berbagai kalangan, baik di sekolah, di pemerintahan, di lingkungan masyarakat oleh para tokoh agama, aparat keamanan, bahkan seluruh masyarakat Indonesia terutama diri kita sendiri. Toleransi akan menjadi nyata jika kita berusaha kuat untuk mewujudkan dan menjalankannya. Toleransi merupakan tindakan toleran yang biasanya ditunjukkan untuk menghormati adanya perbedaan pendapat, agama, ras, dan budaya pada setiap orang atau kelompok ( KBBI). Sikap toleransi dapat menghindari terjadinya perbedaan, diskriminasi, meskipunpun banyak kelompok atau golongan yang pasti berbeda-beda dalam satu komunitas. Toleransi merupakan kunci perdamaian yang patut dijaga, berbagai budaya di setiap wilayah memiliki keragaman dan keunikan yang berbeda satu sama lain, serta perbedaan keyakinan, agama, suku, bahasa, warna kulit yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Langkah awal yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan atau menumbuhkan sikap toleransi pada diri sendiri adalah kita mengetahui serta memahami apa itu toleransi. Toleransi secara luas adalah sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari nilai atau norma-norma agama, hukum, budaya, di mana seseorang menghargai atau menghormati setiap yang orang lain lakukan. Toleransi dapat dikatakan dalam istilah konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perilaku yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat (Wikipedia.org). Jadi sikap toleransi merupakan sikap dan tindakan yang mampu dan mau menerima serta menghargai segala perbedaan yang ada berkembang di masyarakat, sebagai sikap menerima dan menghargai akan keragaman agama.
Q.s. Al-Kafirun ayat 6, yang berbunyi “Lakum diinukum wa liyadiin,” yang artinya adalah “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” Dalam ayat tersebut jelas sekali untuk menunjukkan bagaimana toleransi dalam beragama. Ini mencerminkan bagaimana untuk menghormati hak berkeyakinan sesama manusia. Tidak memaksakan kehendak, tidak memaksakan seseorang untuk memeluk suatu agama tertentu dan tidak mendiskreditkan agama lainnya. Melalui Q.s. Al Kafirun ayat 6 tersebut, Allah SWT menekankan perihal toleransi antar umat beragama. Hal ini dilakukan melalui pengerjaan ibadah sesuai dengan ketentuan agama masing-masing tanpa mencampur adukkan urusan keduanya. Akidah agama seseorang merupakan privasi masing-masing pribadi tidak boleh ada yang mengganggu.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ditanyakan kepada Rasulullah SAW. “Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran).” Arti As-Samhah dalam konteks ini mengandung makna sepadan dengan tasamuh atau samaha, sebuah terminologi arab modern yang berarti toleransi. Hadits ini dipakai sebagai rujukan Islam untuk merujuk pada toleransi antar umat agama. Rasulullah diutus Allah SWT untuk menyebarkan ajaran toleransi tersebut.
Dalam hubungan kemanusiaan dan muamalah, seseorang saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Membina ukhuwah tidak dibatasi oleh sekat-sekat primordial seperti agama, suku, golongan, jenis kelamin, dan sebagainya. Seseorang saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari umat manusia. Semua umat manusia yang sama-sama merupakan makhluk ciptaan Tuhan Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan membina ukhuwah seseorang melihat orang lain terutama sebagai sesama manusia, bukan apa agamanya, suku, bangsa golongan, identitasnya, dan baju-baju luar lainnya. Kita mau menolong seseorang yang benar-benar membutuhkan pertolongan, misalnya menolong korban kecelakaan. Kita tolong semampu kita untuk menyelamatkan nyawanya tanpa melihat dia seagama, sesuku, atau sebangsa dengan kita misalnya, melainkan karena memang dia seorang manusia yang berada dalam kesulitan meregang nyawa dan sudah seharusnya kita tolong.
Kita merasa menjadi bagian dari umat manusia yang satu: jika seorang manusia “dilukai”, maka lukalah seluruh umat manusia. Hal ini sesuai dengan pesan Alquran dalam surah Al-Mâ’idah [5] Ayat 32: barang siapa membunuh seorang manusia tanpa alasan yang kuat, maka dia bagaikan telah membunuh seluruh umat manusia. Sebaliknya, barang siapa menolong seseorang, maka ia telah menolong seluruh manusia. Betapa sangat indah, kuat, dan mendalamnya pesan yang disampaikan ayat Alquran di atas.
Yang terpenting dalam kehidupan seseorang bukanlah identitas formal semisal agama, suku, bangsa, dan seterusnya, melainkan apa yang sudah dikerjakannya, apa yang dilakukannya. Hal yang dilakukan seseorang ini secara sederhana mungkin bisa diidentifikasi sebagai sikap akhlak dan tindakan sosial terhadap sesama umat manusia. Seseorang (meskipun agama, keyakinan, suku, dan bangsanya sama dengan kita) sudah sepatutnya kita nasehati, kita ingatkan, kita tegur bahkan kita lawan jika apa yang diperbuatnya merugikan, menindas, dan menggerus hak orang lain. Dalam bahasa yang lain, apa pun yang merugikan, menindas, dan menggerus hak orang lain itu bisa diistilahkan sebagai tindakan kriminal dan kejahatan.
Yang menjadi lawan kita bukanlah orang yang beragama lain, melainkan orang yang bertindak zalim dan tidak adil, apa pun agamanya. Orang kafir, menurut cendekiawan Muslim internasional Asghar Ali Engineer, menyatakan bahwa bukanlah orang yang tidak beragama Islam, melainkan orang yang melakukan kezaliman, diskriminasi, penindasan, ketidakadilan, korupsi, dan semacamnya, apa pun agama dan keyakinannya.
Dengan membina ukhuwah marilah kita tebarkan semangat persaudaraan, saling mengenal, saling bersaudara antar sesama manusia untuk mewujudkan kehidupan yang semakin baik, indah, adil, dan maslahah dalam hubungan muamalah dan kemanusiaan. Harmoni dalam keragaman.
Rahmi Ifadah, M.Pd.
Bendahara DPP AGPAII