Pagerbarang— Di balik kesunyian Desa Randusari, Kecamatan Pagerbarang, Kabupaten Tegal, tersimpan kisah tentang harapan, semangat, dan kebaikan hati yang tak pernah mengharap sorotan. Di situlah MI Salafiyah Randusari, sebuah madrasah sederhana, tumbuh perlahan menjadi oase pendidikan Islam yang bermakna bagi masyarakat pedesaan.
Madrasah ini tak berjalan sendiri. Ia bertumbuh dalam pelukan tangan-tangan dermawan yang diam-diam menaburkan keberkahan. Salah satu sosok penting di balik tumbuhnya madrasah ini adalah Bapak H. Makmuri, seorang dermawan yang juga memiliki hubungan keluarga dengan pengelola madrasah. Tanpa banyak bicara, beliau kembali hadir dengan bantuan keduanya senilai Rp 20 juta untuk pembangunan ruang kelas tambahan—setelah sebelumnya memberikan jumlah serupa untuk rehabilitasi empat ruang kelas.
Bantuan itu bukan sekadar angka. Ia menjelma menjadi tembok kokoh, rak sepatu rapi, fasilitas MCK yang layak, dan ruang guru yang mendukung semangat belajar. Di tengah keterbatasan, MI Salafiyah kini memiliki wajah baru yang lebih bersahabat bagi para siswa. “Bantuan ini bukan hanya pembangunan fisik, tapi juga semangat dan harapan,” ungkap Aningsih, Kepala Madrasah, penuh rasa syukur.
Lebih dari itu, madrasah telah merancang pembangunan tiga ruang kelas baru untuk program tahfidz Al-Qur’an. Langkah ini bukan hanya bentuk ekspansi, tapi juga ikhtiar membuka jalan agar anak-anak desa tumbuh sebagai generasi Qur’ani. Menjadi cerdas, santun, dan berakhlak mulia.
“Anak-anak jadi lebih semangat. Mereka merasa ada yang peduli,” kata Takhmidin, salah satu guru. Ia merasakan langsung perubahan sikap dan semangat belajar siswa sejak kondisi madrasah mulai membaik. Di mata warga, MI Salafiyah bukan hanya lembaga pendidikan, tapi jantung kehidupan spiritual desa—dan kini, program tahfidz menjadi denyut baru yang menumbuhkan optimisme.
Yang membuat semua ini kian mengharukan, Bapak H. Makmuri tidak pernah menuntut pengakuan. Ia lebih memilih berada di balik layar, membiarkan amalnya menjadi aliran kebaikan yang senyap tapi dahsyat. Masyarakat dan guru pun hanya bisa membalasnya lewat doa.
“Semoga beliau sehat selalu dan Allah limpahkan keberkahan rezeki serta menjadikannya amal jariyah,” ujar Aningsih, matanya berkaca-kaca.
MI Salafiyah Randusari mungkin kecil jika dilihat dari peta pendidikan nasional. Namun di dalamnya, bersemayam mimpi besar. Mimpi tentang pendidikan Islam yang tumbuh dari desa, oleh cinta, dan untuk masa depan. Sebuah kisah tentang keikhlasan, kolaborasi, dan keyakinan bahwa yang tulus akan selalu menemukan jalannya.